Putusan Verstek Atas Perkara Cerai Gugat Dalam Perspektif Fiqh Syafi’iyah
DOI:
https://doi.org/10.70193/alqawanin.v1i2.07Keywords:
Cerai Gugat, Verstek, Fiqh Syafi’iyah, UU PerkawinanAbstract
Perceraian dalam pandangan ulama mazhab, termasuk Mazhab Syafii, dipandang makruh jika dilakukan dalam kondisi rumah tangga yang rukun dan tenteram, bahkan Mazhab Hanafi mengharamkannya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan melalui pengadilan jika terdapat alasan yang cukup, seperti ketidakharmonisan hubungan suami istri. Namun, di Aceh, kasus perceraian terus meningkat, dengan dominasi cerai gugat yang sering kali diputuskan secara verstek akibat ketidakhadiran pihak suami di pengadilan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian putusan verstek dengan hukum Islam, khususnya Fiqh Syafiiyah. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (library research) untuk menganalisis ketentuan hukum perdata Indonesia dan pandangan hukum Islam terhadap putusan cerai gugat secara verstek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran tergugat berdasarkan dalil dan bukti dari penggugat, dengan bentuk berupa pengabulan gugatan, penolakan, atau pernyataan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dalam hukum Islam, putusan verstek dikenal sebagai al-Qadha’ ala al-Ghaib dan diperbolehkan menurut Mazhab Syafi’i untuk menjaga kelangsungan proses hukum, meskipun Mazhab Hanafi membatasi penggunaannya hanya dalam kondisi darurat.
Downloads
References
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. Citra Aditya Bhakti; Bandung, 1992
Admin, berita, angka perceraian di aceh capai 6090 perkara selama 2020 tak terpengaruh pandemi covid, https://aceh.inews.id
Anik Mukhifah, Analisis Pendapat Imam Al-Syafi‟i Tentang Hakam Tidak Memiliki Kewenangan Dalam Menceraikan Suami-Istri Yang Sedang Berselisih, Semarang: IAN Walisongo, 2010
D.Y.Witanto, SH. Hukum Acara Perdata Tentang Ketidakhadiran Para Pihak Dalam Proses Berperkara. Bandung; Mandar Maju, 2013
I Gusti Agung, Gugatan Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) Dalam Gugatan Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Badung, Jurnal Konstruksi Hukum, Vol. 1, No. 2, Oktober 2020, Hal. 305-309
Imam Al-Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Cet, ke-1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2015
Imam Suprayogo dan Tabrani, Metodelogi Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Maswandi, Putusan Verstek dalam Hukum Acara Perdata, Jurnal Mercatoria, vol 10 Desember 2017
Pasal 38 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam
Soejono soekanto dan sri mamuji, Penelitian Hukum Normative, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Pradnya Paramita; Jakarta, 1993
Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan, Bogor; Politeia, 1985
Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata, Kepailitan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Edisi II, Jakarta, Bumi Aksara, 2019
Syamil Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemah, Bandung: Sygma Examedia, 2020
Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 39 ayat 2.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 8, Jakarta: Gema Insani, 2011
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Pengadilan Agama, Cet ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2003
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Al-Qawānīn: Jurnal Ilmu Hukum, Syariah, dan Pengkajian Islam

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.